Sabtu, 19 Januari 2013

SUBSIDI MIGAS HARUS DIKURANGI

Harga minyak solar dan bensin premium di Indonesia termasuk yang termasuk yang termurah didunia, mungkin hanya kalah oleh negara-negara penghasil minyak seperti Arab Saudi, Venezuela, Brunai dan lain-lain.
Kebijakan subsidi bahan bakar minyak sebenarnya bukan baru-baru ini saja, namun sudah dimulai sejak rezim Suharto, bahkan tidak hanya bahan bakar minya saja, tetapi juga diberlakukan untuk bahan kebutuhan pokok seperti beras, gula, minyak goreng, pupuk, listrik dan lain-lain

Subsidi bukan hal yang tabu didalam perekonomian negara, hanya saja penggunaannya harus tepat, jangan sampai subsidi itu justru menjadi kontra produktif atau bahkan menghambat kemajuan perekonomian negara.
Tahun anggaran 2013 ini subsidi enerji, yaitu bahan bakar minyak dan listrik akan mencapai jumlah tidak kurang dari 300 triliun rupiah. Suatu jumlah yang luar biasa, hanya untuk menekan harga suatu komoditi, bukan ditujukan/diberikan kepada masyarakat yang kurang mampu.
Kalau subsidi itu digunakan untuk menahan harga bahan bakar minyak agar tetap rendah, maka orang kaya juga ikut menikmati. Penyelundupan minyak solar dan bensin premium akan merajalela, korupsi dan penyimpangan akan terus berjalan. Sementara kemampuan negara untuk membangun menjadi sangat terbatas.

Dana sebesar 300 triliun bisa digunakan membangun jalan yang menghubungkan kota-kota di Papua, bisa membangun wilayah perbatasan sehingga tidak dikuasai secara ekonomi oleh negara tetangga, bisa membangun bendung dan pengairan sehingga bisa swa sembada pangan, bisa membangun sekolah, bisa menambah kapal patroli dan lain-lain. Dan itu baru satu tahun anggaran, kalau dikalikan 5 (lima) tahun anggaran, sesuai dengan masa pemerintahan, tentu lebih banyak lagi yang dibangun.
Alasan bahwa penyesuaian harga bahan bakar minyak akan memberatkan masyarakat adalah omong kosong atau bisa dikatakan sebagai pembohongan publik, karena berdasarkan survai, masyarakat lebih suka membayar minyak solar dan bensin premium lebih mahal dari pada dibatasi sehingga harus antri untuk mendapatkannya, terutama diluar Jawa.

Harga bahan bakar minyak yang rendah juga dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Ada seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang memperoleh delivery order (DO) untuk minyak solar dari Pertamina dengan harga bersubsidi (Rp. 4500) kemudian menjual minyak solar tersebut ke luar negeri dengan harga normal (sekitar Rp. 8000), dan jumlahnya ribuan ton. Ada juga kenalan yang entah bagaimana bisa memperoleh DO minyak solar bersubsidi ribuan ton, kemudian menjualnya ke perusahaan swasta pertambangan dan perkebunan, juga dengan harga normal. Kedua orang tersebut sekarang ini secara finansial menjadi sangat mampu (kaya).

Sangat logis kalau anggota DPR tersebut diatas termasuk yang paling menentang kenaikan harga bahan bakar minyak, dan anehnya, alasan yang dipakai adalah akan memberatkan kehidupan masyarakat, padahal yang benar akan mengurangi keuntungan oknum tersebut.
Penulis pernah menyarankan kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar kalau toh ada minyak solar dan bensin premium bersubsidi yang dijual ke umum, harus dan hanya melalui stasiun pengisian bahan bakar minyak umum (SPBU).

Pada tahun 2004-2005, harga bahan bakar minyak bahkan sudah pernah dinaikkan menjadi Rp. 6000, yang kemudian untuk alasan pencitraan, harga minyak solar dan bensin premium diturunkan bertahap sehingga menjadi Rp 4500 sampai sekarang. Sedemikian penakutnyakah pemerintahan sekarang?
Subsidi yang besar dan terlalu lama akan membuat kemampuan ekonomi Indonesia tidak mandiri, juga membuat rakyat manja, malas dan lemah. Kalau toh perlu disubsidi, harus diberikan langsung kepada rakyat miskin, atau pelayanan jasa publik seperti transportasi umum, bukan ke harga.
Sopir saya saja tidak keberatan bensin premium dinaikkan, sehingga tidak masuk akal kalau Menteri Keuangan juga termasuk yang tidak setuju harga bahan bakar minyak disesuaikan.

Senin, 14 Januari 2013

KELUARGA TAK BERENCANA MEMBAWA BENCANA

Seorang ibu di Indonesia (kisah nyata) meninggal dunia ketika melahirkan anak yang ke 8 (delapan), karena pendarahan hebat. Bayi yang dilahirkan sudah meninggal didalam kandungan.
Ibu yang dikenal sholekhah tersebut sangat disayang oleh keluarga terutama anak-anaknya. Konon ceritanya, anak-anaknya sering mengikuti aktivitas ibunya, ke dapur diikuti, kemana saja kalau bisa akan diikuti terus. Semua perkataannya akan disimak dan dipatuhi oleh semua anak-anaknya.
Suaminya juga tidak kalah menyayangi, sehingga keluarga tersebut betul-betul sangat kehilangan.

Menurut penuturan suaminya dan juga cerita para tetangga serta kerabatnya, ibu tersebut sangat patuh kepada suaminya, dan terutama sekali sangat taat menjalankan syariah Islam secara konservatif, maklum ayahnya adalah pengasuh pondok pesantren di Kalimantan.
Sesuai ketentuan di agama Islam, maka Insya Allah ibu tersebut masuk dalam kategori mati syahid, karena meninggal dunia ketika sedang melahirkan.
Karena sudah terjadi, maka sudah menjadi taqdir ibu itu, dan mengingat amal ibadahnya, maka barangkali Allah Yang Maha Pengasih menilai sudah cukup bekal untuk masuk ke surga.

Tentu saja cerita akan beralih kepada keluarga yang ditinggalkan, betapa sedih dan kehilangan perasaan ketujuh anak-anak yang ditinggalkan (belum ada yang dewasa), dan betapa repot ayah mereka mengurusi dan membimbing anak-anak tersebut.
Banyak suami/ayah yang bernasib seperti itu, kemudian mengambil solusi dengan menikah lagi dan mungkin punya anak lagi. Berarti solusi yang dipilih hanya untuk suami/ayah, tidak bagi ketujuh anak-anak tersebut. Pilihan yang menurut penulis suatu hal yang tidak adil.

Seandainya laki-laki yang menjadi suami ibu tersebut menetapkan bahwa isterinya cukup 5 (lima) kali saja melahirkan,  maka anak-anak mereka tentu sangat bahagia, karena diasuh, dibimbing dan disayang oleh ibu yang mereka cintai.
Kesehatan reproduksi para wanita akan terganggu dan menurun ketika seorang ibu sudah sering melahirkan, karena itu manusia terutama laki-laki (suami) wajib menggunakan akalnya untuk menjaga dan memelihara kesehatan isterinya. Apa susahnya menerapkan keluarga berencana.
Sering terjadi hal yang ironi, masyarakat berpenghasilan rendah, justru tidak menerapkan program keluarga berencana, sehingga tingkat ekonomi tidak naik bahkan semakin menurun.
Rezeki banyak bukan karena anak banyak, tetapi kerja yang cerdas, hemat dan diridhoi Allas swt.
Kalau punya anak banyak, selai kesehatan ibu akan menurun, pengeluaran keluarga juga bertambah bayak, sementara pendapatan belum tentu bertambah.

Meskipun segala keputusan ada pada Allah Yang Maha Kuasa, manusia diberi kesempatan untuk berencana dan berupaya sekeras-kerasnya, apalagi kalau disertai doa dan rasa syukur.
Allah itu Maha Penyayang dan Maha Pemurah, karena itu kalau manusia membuat rencana yang baik dan menjaga kesehatan keluarga, keinginan untuk mempunyai keluarga yang sakinah, sehat, panjang umur, bahagia, dan sejahtera, tentu akan dikabulkanNya.

Kamis, 10 Januari 2013

KAMBING HITAM PADA TRAGEDI JEMBATAN TENGGARONG



Tragedi jembatan sungai Mahakam di Tenggarong telah lebih 1 (satu ) tahun berlalu, namun bagi keluarga seluruh korban, musibah itu tentu tidak bisa dilupakan. Menimbulkan kesedihan yang panjang, mendatangkan derita bagi yang ditinggalkan apabila korban adalah tulang punggung kehidupan keluarga.
Penderitaan tidak hanya menimpa korban saja, masyarakat yang tadinya dengan mudah menyeberangi sungai Mahakam, menjadi sulit dan kehilangan waktu. Memang ada juga yang memperoleh “keuntungan” dari musibah itu, yaitu para pemilik kapal yang menyediakan jasa penyeberangan.
Namun tidak kalah menderitanya akibat tragedi ini, yaitu mereka yang dijadikan kambing hitam, yang dihukum walaupun tidak ada kesalahan yang dilakukan, berikut keluarganya.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Penulis akan mengajak pembaca membahas masalah ini.

Pada Tahun Anggaran 2011 melalui Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara telah dianggarkan dana pemeliharaan jembatan Kutai Kartanegara, yang diikuti dengan penunjukan H. Yoyo Suriana, ST, MT sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) oleh Bupati Kutai Kartanegara pada tanggal 14 Februari 2011 dengan Surat Keputusan Nomor: 41/SK-Bup/HK/2011.

Tugas KPA antara lain:
·      Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;
·      Melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
·      Mengadakan ikatan dan/atau perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah   ditetapkan;
·      Melaksanakan tugas-tugas lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh Pengguna Anggaran (PA).

Kemudian Kepala Dinas PU Kab. Kutai Kartanegara selaku Pengguna Anggaran (PA), pada tanggal 18 Maret 2011 mengeluarkan Surat Keputusan Nomor : 276/800/DPU/III/2011 yang isinya menunjuk H. Yoyo Suriana, ST, MT untuk merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk Kegiatan APBD Tahun Anggaran 2011, di bidang jalan dan jembatan, dengan uraian tugas sebagai berikut :
·      Menetapkan; Spesifikasi teknis, Harga   Perkiraan Sendiri (HPS), dan Rancangan Kontrak.
·      Menerbitkan SPPBJ, dan Menandatangani Kontrak.
·      Melaksanakan Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa, dan Mengendalikan Pelaksanaan Kontrak.
·      Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian pengadaan barang/jasa kepada PA.
·     Menyerahkan hasil pekerjaan pengadaan barang/jasa kepada PA dengan berita acara penyerahan
·     Melaporkan kemajuan pekerjaan, penyerapan anggaran dan hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA
·     Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan pengadaan barang/jasa
·     Mengusulkan kepada PA tentang perubahan paket pekerjaan atau perubahan jadwal kegiatan pengadaan
·     Menetapkan tim pendukung untuk membantu pelaksanaan pengadaan barang/jasa           

Sesuai dengan kewenangannya yaitu menetapkan tim pendukung, pada tanggal 21 Maret 2011 Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menunjuk H. Setiono, ST sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) untuk Kegiatan APBD Tahun Anggaran 2011 bidang jembatan melalui surat nomor : 335/800/III/2011.

Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) ini berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Permendagri RI nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Permendagri RI nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, hanya terdiri dari 3 item yaitu:
·          Mengendalikan Pelaksanaan Kegiatan;
·          Melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan; dan
·          Menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan.

Selanjutnya Pengguna Anggaran (PA) dalam hal ini adalah Kepala Dinas PU Kab. Kutai Kartanegara  membentuk Panitia Lelang dengan mengeluarkan SK untuk melaksanakan proses pengadaan jasa Konsultan Pengawas dan Kontraktor pelaksana.

Sesuai dengan hasil proses Pelelangan Terbatas untuk Jasa Konstruksi, maka pada tanggal 6 Oktober 2011 dengan Surat Penunjukan Penyedia Jasa (SPPJ) nomor: 2253/630/DPU/X/2011, yang ditandatangani PPK, PT. BUKAKA TEKNIK UTAMA  ditunjuk sebagai Kontraktor Pelaksana.

Dan berdasarkan Surat Penunjukan Penyedia Jasa (SPPJ) untuk Kontraktor Pelaksana, pada tanggal 11 Oktober 2011 telah ditandatangani Surat Perjanjian/Kontrak Nomor: 2285/630/DPU/X/2011, antara Dinas PU (diwakili oleh PPK) dengan PT. Bukaka Teknik Utama, dengan.

Sampai disini kita bisa menyimpulkan bahwa pejabat daerah yang paling menentukan dalam kegiatan ini adalah Kepala Dianas PU selaku PA, dan PPK yang dirangkap oleh KPA, serta panitia lelang.

Seiring dengan kegiatan tersebut diatas, dilakukan proses pengadaan jasa konsultansi pengawas, dan
pada tanggal 09 September 2011, telah diterbitkan Surat Penunjukan Penyedia Jasa (SPPJ) Konsultan
CV. Archita Triastama Konsolindo.

Entah apa alasannya, sampai dengan tanggal 21 November 2011 kontrak Konsultan Pengawas belum
ditandatangani, dan baru pada tanggal 22 Nopember 2011 diterima data tentang Konsultan Pengawas dari Panitia lelang sebagai bahan untuk menyusun kontrak.
Kemudian datang saudara Sugiyana dan saudara Indra yang mengaku dari CV. Archita Triastama Konsulindo telah menemui PPTK dan mengatakan bahwa CV. Archita Triastama Konsulindo sebagai pemenang tender pengawasan pemeliharaan jembatan Kutai Kartanegara, tetapi data tentang Konsultan pengawas yang akan digunakan sebagai bahan menyusun kontrak masih di pegang oleh panitia lelang.

Karena kontrak pekerjaan pemeliharaan sudah ditandatangani dan jasa konsultan sudah ditunjuk dan waktu pelaksanaan yang terbatas, maka pihak PU memanggil kedua rekanan tersebut diatas, yaitu PT. Bukaka Teknik utama sebagai Kontraktor pelaksana dan CV. Archita Triastama Konsulindo sebagai Pengawas untuk melaksanakan rapat pra pelaksanaan (Pre Construction Meeting/PCM).

Terkait dengan persiapan pelaksanaan pekerjaan, pada tanggal 13 Oktober 2011 telah diterima surat dari PT. Bukaka Teknik Utama Nomor : 01/PM-B217/X/2011, tentang Permohonan ijin penutupan jalan akses Jembatan Kutai Kartanegara & pembukaan outlet power listrik PLN untuk kegiatan Pemeliharaan Jembatan.
Surat PT. Bukaka Teknik Utama menyebutkan bahwa “mengingat jadwal waktu pelaksanaan yang pendek dan adanya penutupan jalan terkait dengan metode pengukuran elevasi jembatan” dan sesuai dengan Panduan Inspeksi Lapangan untuk pekerjaan Pemeliharaan Jembatan Mahakam II Kutai – Kalimantan Timur yang dikeluarkan PT. Bukaka Teknik Utama dalam pelaksanaan inspeksi lapangan untuk pekerjaan pemeliharaan tersebut, diperlukan pengaturan lalu lintas.

Dinas PU selanjutnya mengajukan surat kepada Bupati Kab. Kutai Kartanegara cq. Bagian Administrasi Pembangunan Sekretariat Daerah Pemerintah Kab. Kutai Kartanegara Nomor: 2442/630/DPU/X/2011 tanggal 20 Oktober 2011 tentang Permohonan ijin buka tutup lalu lintas dan pelepasan lampu sementara di Jembatan Kutai Kartanegara. Surat tersebut diterima Bagian Administrasi Pembangunan, Bagian Umum Sekretariat Daerah Pemerintah Kab. Kutai Kartanegara dan Dinas Perhubungan pada tanggal 21 Oktober 2011.
Bagian Administrasi Pembangunan Sekretariat Kabupaten Kutai Kartanegara menindaklanjuti dengan mengadakan rapat sesuai dengan Surat undangan nomor: 600/311/Bang.II tanggal 24 Oktober 2011 kepada Dinas PU yang diwakili oleh PPTK untuk membahas ijin penutupan lalu lintas dan pelepasan lampu sementara di Jembatan Kutai Kartanegara, yang direncanakan akan dilaksanakan pada tanggal 31 Oktober 2011.

Sampai saat terjadi peristiwa runtuhnya Jembatan Kutai Kartanegara, pihak Dinas PU belum menerima surat keputusan final permohonan tersebut diatas. Begitu pula pihak PT. Bukaka Teknik Utama sampai saat itu juga belum memberikan informasi detail rencana pelaksanaannya.

Sesuai dengan syarat-syarat Umum Kontrak/Surat Perjanjian tertanggal 11 Oktober 2011 Nomor : 2225/630/DPU/X/2011. bahwa penyedia berkewajiban menyerahkan program mutu yang disetujui oleh KPA yang antara lain berisi : informasi pekerjaan yang akan dilaksanakan (request of work), jadwal sesuai dengan waktu pelaksanaan, mengingat jadwal yg tertera pada penawaran sudah tidak sesuai dengan waktu yang ada sehingga akan dilaksanakan penjadwalan ulang. Sampai saat jembatan runtuh pihak PU belum menerima request pekerjaan dan revisi jadwal baru dari Kontraktor dan sesuai dengan Spesifikasi Umum dalam kontrak, bahwa akan dilaksanakan rekayasa lapangan/engineering analisis untuk dipresentasikan kepada pihak terkait sebelum melaksanakan pekerjaan teknis. Dan sampai jembatan runtuh pihak PU belum menerima dokumen tersebut.

Pada tanggal 24 Nopember 2011 telah diterima surat dari Direktorat Bina Teknik Ditjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum Nomor: OB.0202.Bt.02/082/2011 tanggal 17 November 2011 tentang Permohonan ijin pengujian non-destructive Jembatan Kutai Kartanegara di Provinsi Kalimantan Timur.

Pada hari Sabtu tanggal 26 Nopember 2011 Jembatan Kutai Kartanegara runtuh.

Pada saat kejadian belum ada proses pembayaran pekerjaan, karena secara faktual belum ada kegiatan berijin yang dilaksanakan. Menurut informasi memang ada kegiatan fisik di badan jembatan yang dilaksanakan oleh pihak kontraktor tanpa pengawasan oleh pihak konsultan pengawas. Pada saat kejadian, lalu lintas belum ditutup, karena ijin belum keluar.

Menjadi pertanyaan besar; Mengapa pihak PT. Bukaka Teknik Utama, nekat melaksanakan kegiatan,      padahal konsultan pengawas belum resmi bertugas (karena kontrak belum ditandatangani), dan lalu         lintas belum ditutup, serta tidak ada tenaga ahli jembatan yang bertugas dilapangan.
Pertanyaan besar kedua; Mengapa PPTK (H. Setiono ST) ikut disalahkan dan diganjar hukuman kurung-an yang sama dengan pihak kontraktor, padahal dia bukan penandatangan kontrak, dan pada saat keja- dian tidak ada di lapangan (karena bukan hari kerja).

Menurut penelitian ahli konstruksi jembatan dari ITB, jembatan Kutai Kartanegara tidak 100% sama kom-ponennya dengan desain aslinya, dan sudah mengalami penurunan kualitas konstruksi. Hal ini diperpa-   rah dengan tidak dilaksanakannya pemeliharaan secara periodik. Sehingga kesimpulan penyebab runtuh nya jembatan karena akumulasi penurunan kualitas jembatan yang dipicu oleh kegiatan pemeliharaan
yang tidak sesuai prosedur.

Kalau diperhatikan secara menyeluruh akan muncul pertanyaan besar ketiga; Apakah pemerintah kabupaten Kutai Kartanegara tidak ikut bertanggung jawab?
Apakah cukup dengan menyantuni para korban dan sekaligus menjadikan PPTK sebagai kambing hitam?

 

Sabtu, 05 Januari 2013

Mengapa PTP Sawit selama ini merugi?

Indonesia mempunyai banyak sekali perkebunan dengan aneka jenis tanaman seperti teh, karet, tebu, kopi, kelapa, kelapa sawit, coklat, cengkih, lada, sagu, buah-buahan, dan lain-lain.
Perkebunan-perkebunan tersebut ada yang dimiliki rakyat secara perseorangan, ada yang dimiliki swata, ada juga yang dimiliki oleh pemerintah, dalam hal ini Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dengan banyaknya perkebunan di tanah air, akan berdampak positif terhadap ekonomi nasional, karena selain membuka lapangan kerja yang cukup banyak, juga meningkatkan pendapatan negara melalui pajak atau langsung (BUMN), serta memenuhi kebutuhan dalam negeri. Selain itu, produk yang merupakan komoditi yang laku diekspor, akan menghasilkan devisa bagi negara.


Minyak kelapa sawit tersebut digunakan untuk berbagai produk hilir, seperti minyak goreng, sabun, mentega, kosmetik, bahan bakar, dan lain-lain.
Kita mengetahui bahwa Indonesia dan Malaysia adalah produsen minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) terbesar di dunia yang menguasai lebih dari 70% produk CPO dunia.

Banyak investor yang membuka lahan perkebunan baru, bahkan dari Malaysia ikut memanfaatkan peluang investasi yang menarik ini. Meskipun ada keluhan tentang kualitas atau tingkat kesuburan tanah bekas perkebunan kelapa sawit yang diduga menurun, dan ini dipakai pihak luar terutama Amerika Serikat untuk menekan Indonesia dan Malaysia, namun pendapat pihak-pihak yang tidak suka dengan produk CPO ini, tidak berpengaruh, yang jelas komoditi ini tetap banyak diminati oleh negara-negara di dunia.
  
Masalah yang kita angkat disini adalah banyaknya perkebunan kelapa sawit milik negara yang merugi selama bertahun-tahun, khususnya periode akhir tahun 1980 an sampai awal tahun 2000 an.
Sungguh aneh, mengapa hanya perkebunan milik negara (PTPN/PTP) yang rugi, sementara perkebunan milik swasta baik nasional maupun asing memperoleh keuntungan?
Kalau kita cermati harga CPO di dunia untuk kualitas yang sama adalah sama, dan kualitas CPO kita termasuk yang terbaik. Akan terasa lebih aneh lagi kalau kita bandingkan dengan perusahaan kelapa sawit di Malaysia yang memperoleh keuntungan, padahal mereka mengupah buruh kebun 2 (dua) kali lebih tinggi dari pada buruh kebun di Sumatera atau Kalimantan, sedangkan harga jual CPO baik dari Indonesia maupun Malaysia sama?
Pertanyaan ini pernah penulis lontarkan kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode yang pertama. Mungkin karena jumlah pengaduan tindak pidana korupsi terlalu banyak, sehingga kasus ini belum sempat ditangani. 

Apabila terjadi kebocoran, terus kemana larinya uang negara yang notabene adalah uang rakyat tersebut?
Penulis pernah bertugas di Sumatera Utara selama 8 (delapan) tahun dan mengenal banyak orang dari berbagai lapisan dan berbagai bidang pekerjaan, termasuk yang bergerak di perkebunan kelapa sawit.
Para supplier (pemasok) bercerita bahwa kontrak-kontrak mereka dengan perkebunan pemerintah itu rata-rata harga satuan barang keperluan kantor adalah 3 (tiga) kali harga normal. Tidak ada proses pengadaan yang betul-betul menggunakan metode lelang. Kemudian dokumen kontrak, baik untuk konstruksi, jasa konsultansi maupun barang/jasa lainnya, dibuat oleh pihak kedua atau penyedia.
Jadi pihak perkebunan tinggal tandatangan saja, artinya terima beres saja. Hal ini bertentangan dengan perturan yang ada. Informasi ini juga disampaikan para penyedia jasa atau barang.

Melengkapi informasi tersebut diatas, umumnya mereka yang bekerja di administratur perkebunan sekitar 3-4 tahun akan mempunyai rumah atau mobil sendiri. Kekayaan mereka akan berlipat bila bekerja lebih dari 5 tahun atau masuk ke jajaran pimpinan.
Mudah-mudahan sekarang sudah berubah, terutama setelah menteri BUMN mulai memperhatikan perusahaan perkebunan yang selalu merugi tersebut, dan mempertanyakan, kok bisa rugi.