Selasa, 09 Juli 2013

MENJADI BANGSA MANJA


Dengan tidak terasa, secara bertahap Indonesia menjadi bangsa yang manja. Padahal dulu ketika masih dijajah Belanda, penduduk negeri Nusantara ini dikenal rajin dan pekerja keras, sehingga ada yang dikirim ke Sumatera untuk dijadikan buruh kebun, bahkan ada yang dikirim ke Suriname di Amerika Latin yang lumayan jauhnya.
Setelah merdeka sampai awal dari orde baru, budaya rajin dan pekerja keras itu masih terjaga. Mau melakukan pekerjaan yang rumit, dan tidak komersil. 

Rupanya orde baru yang sering disebut dengan orde pembangunan (karena banyak proyek), membawa banyak perubahan. Barangkali karena banyak terjadi kemudahan, maka banyak orang menikmati kemudahan tersebut sehingga menjadi malas.
Kalau mau bepergian misalnya, ingin agar dari depan rumah sampai ke tujuan ada kendaraan, entah itu becak, angkutan kota, bus atau taxi, dan belakangan juga ojek. Jarang yang mau berjalan dulu sampai ke halte, baru naik kendaraan umum. Akhirnya bus kotapun manaikkan dan menurunkan penumpang di sembarang tempat.     
Sering penulis melakukan perjalanan ke daerah yang melewati tanah-tanah yang terlantar karena tidak diurus menjadi pertanian, sementara banyak anak-anak muda yang hanya nongkrong tidak bekerja, sementara disekotarnya banyak lahan yang menganggur. Sebagian ada yang lebih senang belajar main gitar dan kemudian ngamen mencari uang di kota. Kalau main gitarnya bagus dan berbakat, masih dimaklumi, seringkali asal-asalan dan bahkan tidak pakai gitar, hanya bunyi-bunyian, alias mengemis. 

Sekarang apa masih ada transmigrasi swakarsa? Orang yang dengan sukarela pindah dari wilayah yang padat dan miskin ke wilayah baru yang kosong meskipun jauh dari daerah asal untuk membuka lahan pertanian. 
Kebijakan pemerintah yang membuat harga beras dan komoditi pangan sangat murah, memang sangat tidak menguntungkan bagi mereka yang bekerja sebagai petani.
Anak-anak muda lebih senang bekerja yang gampang, santai walau gajinya kecil. Untuk apa bekerja keras memeras keringat penuh tantangan, toh beras murah karena sengaja dibuat murah, meskipun harus impor. 
Sebagian besar bisnis dikuasai asing, karena kita terlalu baik dan percaya bahwa itu akan menguntungkan ekonomi nasional. Padahal negeri dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta ini adalah pasar yang potensial yang sangat konsumtif. 
Generasi yang sudah kurang mengenal budaya kerja keras ini sekarang telah menduduki posisi menengah dan puncak. Hal ini terlihat dari kebijakan dan program yang lebih banyak memberi ikan dari pada pancing. Subsidi enerji, bahan bakar minyak dan pangan adalah sebagian contoh. Ditambah lagi dengan bantuan langsung tunai (BLT) atau yang sekarang dinamai Balsem. BLT atau Balsem hanya cocok untuk para jompo atau orang yang tidak mampu bekerja lagi. 
 
Indonesia yang mempunyai sumber daya alam yang kaya memerlukan kerja keras yang cerdas. Pemimpin negara harus berani menolak intervensi asing yang merugikan ekonomi nasional. Beri kesempatan kepada bangsa sendiri untuk mengelola kekayaan alam, dan jaga pasar domestik agar tidak didominasi oleh barang/komoditi dari negara lain. 
Jangan mengembangkan budaya instant yang serba mudah tinggal pakai, tapi yang untung negara lain. 
Karena manja atau dimanjakan, maka kalau ada kesempatan atau sudah terdesak, dengan tidak ragu-ragu akan melakukan korupsi. Korupsi adalah produk dari budaya manja yang tidak mau kerja keras, yang lebih suka merampok uang negara dari pada kerja keras.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar