Selasa, 02 Oktober 2012

Hari Batik Nasional dan Para Pengkhianat


Tanggal 2 Oktober telah ditetapkan sebagai Hari Batik Nasional yang sebenarnya merupakan penghormatan dan terima kasih atas diakuinya Batik sebagai warisan budaya Indonesia.
Banyak masyarakat yang atas instruksi ataupun kesadaran sendiri mengenakan baju atau pakaian batik pada tanggal tersebut. Hal ini tentu menyenangkan dan membanggakan bagi rakyat Indonesia, terlebih setelah sebelumnya dikagetkan oleh klaim Malaysia bahwa batik adalah warisan budayanya.
Bagi penulis yang lebih penting bukan peringatan tanggal tersebut, tetapi mampukah Hari Batik Nasional ini menjadi momen kebangkitan produksi nasional?

Dari televisi diberitakan bahwa di pasaran banyak dijual batik impor yang berasal dari Malaysia dan China yang harganya lebih murah. Bisa dipastikan bahwa batik tersebut adalah batik printing  alias cap, bukan tulis, dan umumnya motifnya adalah tiruan dari batik asli Indonesia. Karena sebagian besar rakyat Indonesia masih berpenghasilan pas-pasan, maka batik impor tersebut laku juga.
Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa ada importir dan pedagang yang mau menjual produk China dan Malaysia tersebut hanya demi keuntungan yang tak seberapa, namun mengurangi kesempatan kerja dan merugikan usaha para pengrajin batik?
Terlepas dari motif keuntungan yang ingin diperoleh, para importir dan pedagang batik yang memperdagangkan produk asal Malaysia dan China tersebut adalah pengkhianat bangsa. Kalau ada pulau yang bisa dijual, akan mereka jual pula, yang penting dapat duit.

Celakanya banyak penguasa negeri ini yang tidak peduli, yang acuh terhadap segala hal, termasuk terhadap banjirnya produk negara lain. Menteri perdagangan yang lama bahkan mendorong terwujudnya C-AFTA (China Asean Free Trade Agreement) hanya dalam waktu singkat. Pada hal yang dipersiapkan semula hanya AFTA, mengapa ditambahkan dengan memasukkan China? Sementara industri dalam negeri kita masih kedodoran. Apakah hanya sekedar memperoleh harga komoditi yang murah, sehingga mau mengorbankan petani kedelai, kentang dan garam kita.
Jangan-jangan mentalnya sama dengan importir tersebut diatas.

Mungkin harus rakyat yang bergerak untuk menegakkan kedaulatan budaya, kedaulatan pangan, kedaulatan sandang dan wilayah Indonesia karena penguasa negeri ini (termasuk anggota parlemen) sudah dimabuk oleh harta dan kekuasaan.
Caranya bagaimana? Mulai tanggal 2 Oktober 2012 kita boikot semua produk dari luar negeri, terutama yang Indonesia sudah bisa memproduksinya. Produksi dari China ternyata murahnya karena mutunya jelek, bahkan untuk makanan banyak yang mengandung bahan berbahaya serta tidak halal. 
Kita harus semaksimal mungkin menggunakan barang dan jasa dalam negeri!

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar